Cari Blog Ini

Senin, 11 Februari 2013

NIAT


Sejauh mana ikhtiar manusia itu hanya sampai di niat. Innamal a’malu binniat, sesungguhnya segala sesuatu ditentukan oleh niatnya. Sederhana sepertinya, akan tetapi di dalam niat itu sendiri ada proses panjang, sampai seseorang punya niat atau berniat melakukan sesuatu. Niat tidak serta merta terjadi. Tanpa sadar atau dengan penuh kesadaran, seseorang yang berniat pasti punya tujuan yang hendak dicapai. Semakin besar, semakin kuat niat dan tujuan yang hendak dicapai, menentukan seberapa konsisten dan daya tahan orang tersebut ketika menjalaninya.
Niat terwujud dari proses dialektika panjang antara pikiran dan perasaan yang di eksekusi oleh akal manusia. Lingkungan di luar dirinya menjadi cermin untuk melihat dan menakar mengapa berniat melakukan sesuatu mengapa tidak berniat melakukan sesuatu. Imam An nawawi bilang “Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk”. [i] Kalau memakai teorinya Sigmund Freud, maka niat adalah proses dialog panjang antara id, ego dan superego sehingga menghasilkan permufakatan untuk melakukan sesuatu sebagai keputusan bersama. Kalau dijawa niat mungkin biasa disebut dengan krenteg, tak sekedar keinginan semata atau karep semata, tetapi keinginan yang sudah diolah, ditimbang baik-buruknya, benar-salahnya sehingga keinginan itu diproses sedemikian rupa menjadi tekad. Lebih dahsyat lagi ketika tekad itu sudah sedemikian bulat, namun ada hambatan besar dari luar yang menghalang-halangi, maka akibatnya tekad itu bermetamorfosis menjadi nekad. Ini yang gawat tapi juga dahsyat.
Proses lahirnya niat, andaikan niat itu bayi maka sebelumnya harus melalui proses perkawinan, bertemunya sperma dan ovum, menjadi segumpal daging, kurang lebih 9 bulan dalam kandungan sampai tiba waktunya, lahir. Andaikan niat itu kupu-kupu, maka harus melalui telur, ulat, kepompong sampai lahirlah kupu-kupu. Andaikan niat itu nasi maka harus melalui benih, menjadi padi, menjadi beras, setelah itupun mesti diolah lagi, diliwet sampai menjadi nasi yang bisa dimakan. Niatpun untuk lahir sejatinya membutuhkan proses panjang. Niat datang tidak serta merta dan ujug-ujug.
Niat itu sangat awal dalam sebuah perjalanan, namun sangat berpengaruh di dalam setiap episode demi episode perjalanan dan akhir dari perjalanan hidup manusia. Sampai sampai Tuhan pun sudah melakukan penghitungan amal manusia dari niatnya. Kalau niatnya baik dinilai satu kebaikan meski belum terlaksana, tetapi untuk niat buruk tidak dinilai kejahatannya selama belum terlaksana. Itulah salah satu japemethenya Tuhan ke manusia, memberi peluang kebaikan yang jauh terbuka lebar dibanding peluang kejahatan. Lebih jelas Kanjeng Nabi mengurai: siapa yang berniat untuk berbuat kebaikan tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka akan dituliskan untuknya 1 kebaikan (pahala) yang sempurna, jika dia benar-benar mengerjakannya, maka Allah akan menuliskan untuknya 10 hingga 700 kebaikan, bahkan boleh lebih banyak lagi. Sesiapa yang berniat untuk berbuat kejahatan tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka akan dituliskan untuknya 1 kebaikan yang sempurna, jika dia benar-benar mengerjakannya, maka Allah akan menuliskan 1 keburukan (dosa) untuknya.” [ii]
Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri ketika berniat akan melakukan sesuatu. Dari mana asal muasal lahirnya niat kita tersebut. Apa saja alasan yang membuat kita berniat melakukan sesuatu itu. Apakah datangnya niat itu tiba-tiba ataukah terencana. Memilih sendiri ataukah dipilihkan niat kita itu.
Sedemikian besarkah arti niat bagi perjalanan hidup manusia sehingga perlu untuk sekedar dibahas dan dipelajari. Kira-kira begitulah. Niat merupakan upaya besar manusia di dalam berbuat sesuatu. Niat yang menentukan penilaian Tuhan terhadap apa saja yang dilakukan manusia. Mata manusia bisa saja tertipu melihat orang yang baik yang tampak jahat dan orang yang jahat tampak baik, tetapi Tuhan tidak akan tertipu. Dan niatlah salat satu parameter penting apakah seseorang itu benar-benar baik atau pura-pura baik, apakah seseorang itu jahat beneran atau pura-pura.
Niat itu seperti akar. Yang jika mati akar, maka batang, cabang, daun dan buahnya akan ikut mati.  Akar yang menentukan buahnya. Pahlawan bisa saja seketika menjadi pecundang jika ketahuan niatnya bukan menolong tetapi ingin pamer. Orang bersedekah bisa saja tak ubahnya seperti rentenir ketika niatnya selain mengharap ridho Tuhannya.
Niat itu sepertinya gampang tetapi apakah benar-benar gampang. Bisa gampang atau susah. Perkara kecil yang mungkin kecil tetapi mungkin juga besar. Niat, kalau tidak hati-hati berniat bisa-bisa kita kecelik. Tidak sampai tujuan dengan selamat. Ruginya bisa bertubi-tubi, tetapi untungnya bisa berkarung-karung, hanya gara-gara niat.
Setiap niat menuntut untuk diamalkan. Kalau sehari-hari kita bilang “ah dasar memang gak niat, kamu, makanya serba tidak beres”. Niat itu dinamakan dengan niat karena darinya menuntut untuk direalisasikan. Andaikan ada hal yang lebih kuat yang menghalangi terealisasinya niat baik, maka Tuhan tetap menilainya kebaikan. Sudah maksud hati ingin menunaikan tetapi ada halangan yang memaksa kita untuk tak melakukan maka niat itu sejatinya sudah dilaksanakan.
Niat itu sangat dinamis seperti sifat manusia yang tidak terus stabil. Kadang me-malaikat, kadang ke-setan-an. Niatpun juga demikian dinamis maka harus dijaga dan diingat selalu apa yang menjadi niat kita diawal perjalanan. Kalau sudah berniat baik, dirawat agar tahan goda, agar tak gampang terjebak bujuk rayu, kokoh tak mudah goyah. Niat baik itu seperti pemuda yang lagi meledak-ledaknya pengen kawin yang kena fatwa lataqrobuzina, hasrat menyimpang besar, jadi penjagaannya pun ekstra, mendekat saja tidak boleh. Kalau ngeyel, siap-siap aja terseret menjadi niat yang tidak baik dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Me-reka-ulang niat pun juga mesti dilakukan, kalau ditengarai niat kita mengandung keburukan, bahkan yang subhat sekalipun. Penataan kembali kesemrawutan dari niat yang macam-macam. Menjadikan yang semrawut itu menjadi Sirotolmustaqim, tak sekedar jalan lurus, namun juga konsistensi diri terhadap niat baik, yang sangat memungkinkan di jalan lurus itu pun kadang berbelok. Dalam belokan itu niat kita tetap lurus. Di dalam lenggak-lenggoknya jalan yang dilalui, diri kita tak lupa kemana tujuan kita, kemana niat kita semula.
Niat itu pilihan, terserah kita memilih apa. Pilihannya bebas, tetapi ketika sudah memilih, kita bertanggungjawab atas pilihan tersebut. Kita akan memikul apa yang sudah diniatkan dari awal. Yang diniatkan kebaikan akan tumbuh menjadi keindahan. Sebaliknya yang diniatkan kejahatan akan mati dan membusuk. Seperti sabda Kanjeng Nabi:  “Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan[iii].
Kalau memang niat kita baik, percaya diri saja. Percaya, pasti ada jalan keluar jika yang dihadapi itu masalah. Percaya saja pasti akan terbit cahaya jika yang dihadapi itu kegelapan. Percaya saja, pasti akan gembira jika yang dihadapi itu kesusahan. Percaya saja, pasti akan menemukan jalan jika yang dihadapai itu ketersesatan. Percaya saja, pasti akan happy end jika yang dihadapi adalah cerita memilukan. Niat baik akan membuka pintu penyelesaian. Niat baik akan banyak menolong langkah-langkah kita. Sebagaimana Muhammad Ainun Nadjib berujar: “Atas setiap niat baik hamba, Allah bukan hanya memuji tetapi juga bertanggung jawab untuk memfasilitasinya.”


[i] http://www.maknamutiarakata.com/2011/07/niat-adalah-ukuran.html
[ii] http://lenggangkangkung-my.blogspot.com/2012/02/niat-baik-dapat-pahala.html
[iii] http://abunamira.wordpress.com/2012/07/27/kaidah-1-niat-adalah-syarat-semua-amal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar