Cari Blog Ini

Senin, 04 Februari 2013

Belajar Tanpa Mengenal Batas


Kanjeng Nabi mensabdakan, "carilah ilmu dari lahir sampai ke liang lahat." Dari lahir ceprot, sampai kita koit (mati). Belajar ndak ada habis-habisnya. Yang jelas saya sangat berbaik sangka dengan sabda yang satu ini. Belajar apa saja tentu akan membawa manfaat. Pasti berguna. Tak perlu ragu dalam belajar. Dan jangan membebani ilmu dengan apapun. Ilmu saja, sudah bermanfaat kok, bahkan ketika belum dimanfaatkan. Ilmu yang ketika dibagi malah bertambah. Ilmu yang jika salah satu pintunya kita buka, maka terbukalah seribu pintu yang menunggu untuk dimasuki.
Ada yang bilang cari ilmu dari dulu kok gak kaya-kaya. Yang salah ilmunya atau orang yang tidak bisa memanfaatkan ilmunya. Atau malah ilmunya yang kurang. Orang pun banyak yang kemudian terjebak, sekolah bukan lagi cari ilmu, tapi cari kerja. Maksudnya biar ketika lulus dapat mudah mencari pekerjaan. Ujung-ujungnya bagaimana ilmu yang didapat, bisa untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. tak dapat dipungkiri, industri memang seperti itu. Ibarat sekolah itu pabrik yang produknya adalah mesin manusia siap kerja. Sehingga orang sekolah terpaksa. Cari ilmu kepepet. Mereka kehilangan gairah, nikmatnya memperoleh ilmu, indahnya mengamalkan ilmu, syahdunya merasakan manfaat ilmu yang dipelajari. Ilmu diperlakukan seperti sapi perahan, bukan sebagai jalan untuk meraih kemuliaan-kemuliaan. Gak heran orang berhenti belajar ketika sudah lulus sekolah, malas mencari ilmu lagi karena sudah dapat pekerjaan. Buat apa belajar. Apa perlunya belajar kalau sudah bekerja
Padahal inovasi sangat penting dan selalu dibutuhkan. Manusia butuh tumbuh, tidak hanya fisiknya, tapi juga mental dan spiritualnya serta intelektualitasnya. Manusia  yang jangkep, yang sigap menghadapi setiap tantangan jaman. Tidak asal keli tetapi sanggup ngeli. Keli itu tidak ada lagi kendali untuk tidak keli lagi. Sementara ngeli, masih punya kesanggupan untuk tidak keli. Manusia yang memiliki antibodi kuat. Tidak gampang ditipu, tidak mudah diiming-imingi. Sangat mandiri dan percaya diri tetapi juga mampu mengayomi. Manusia yang tidak hanya bertambah tua tetapi juga bertambah dewasa.
Andaikan semua orang tahu manfaat ilmu, dahsyatnya ilmu, ajaibnya ilmu maka akan seperti sahabat atau tabiin yang rela berjalan berpuluh-puluh kilometer demi mendapatkan satu ilmu. Rela dirampok hartabendanya asalkan jangan dirampas buku-bukunya. Masih ingat cerita guru pas SD dulu, bahwa dijepang ketika di bom yang ditanyakan kaisarnya adalah berapa jumlah guru yang tersisa. Betapa tinggi dan terhormat kedudukan orang yang berilmu. Kurang lebih seperti itu yang diajarkan guru-guru yang intinya bahwa ilmu menjadi bahan penting bagi kemajuan suatu bangsa.
Ilmu dan belajar seperti sudah satu paket. Perintah pertama Allah juga iqro. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu. Belajar yang atas nama Allah. Setiap yang dipelajari direligiusisasikan ke Tuhan. Paham asal-muasal dan proses lahirnya setiap ilmu. Dan hanya dengan berbaik kepada Sang Pemilik jagad ilmu kita bisa lebih mudah paham. IlmuNYA yang tak habis-habis, yang tujuh samudera lebih, itu ilmunya. Maka setetes itu milik semua manusia. Betapa sedikit sekali dan betapa masih terbuka sangat lebar bagi perkembangan ilmu. Jangan khawatir ilmu mandeg. Atau stok hidayah yang defisit. Hidayah dan ilmu Allah masih sangat melimpah. Jibril masih setia menyampaikan pendaran-pendaran wahyunya. Semua masih bergentayangan disekitar kita, hanya kita mampu atau tidak menyediakan wadah dan menangkap ilmu yang betebaran tersebut.
Sangat indah dan maha luas ilmu Allah, dalam Luqman: 27; “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Jadi sangat menggairahkan setiap saat menggali keajaiban demi keajaiban ilmu Allah. Baik dalam kitab suci maupun di kehidupan nyata dan alam semesta. Perhubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Pasangan dengan pasangannya karena setiap elemen di dunia ini pasti ada pasangannya. Yang tentu saja, jika konsisten akan terus menguak dan menemukan rahasia-rahasia ilmu yang masih terpendam. Sangat mungkin bagi manusia untuk membuka ilmu yang sama sekali baru, atas ijin Allah.
Pentingnya setiap manusia membiasakan untuk membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan. Membaca tidak hanya tulisan, tapi apapun saja. Membaca situasi, membaca suara, membaca pola dlsb. Membaca yang komprehensif, yang utuh, tidak parsial. Membaca yang tampak dan yang tidak tampak. Membaca dengan kesadaran sinau. Menyertakan tujuan ingin paham sesuatu yang dibaca. Menguak misteri ketidaktahuan. Membaca sebagai pintu masuk ilmu, agar lebih mendalam, lebih melebar, lebih meninggi dan lebih meluas. Ilmu yang terus tumbuh dan tumbuh. Yang berhentinya kalau sudah mati.
Belajar itu selalu dibutuhkan siapa saja dalam waktu seperti apapun. Apapan posisi dan kondisi kita. Karena selalu saja ada wilayah gelap manusia dan butuh penerangan. Ilmulah yang akan menerangi karena ilmu itu cahaya. Bedanya orang berilmu lebih mudah di dalam mengerjakan sesuatu. Menarik kata Allah dalam Ar Ra’du: 16: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang.”  Orang yang berilmu, semakin tambah ilmunya semakin berani. Semakin tambah ilmunya semakin tenang dan percaya diri. Mentalnya, spiritualnya, output sosialnya semakin baik seiring bertambah ilmunya. Jadi orang yang rajin belajar harus semakin baik. Kalau tidak, pasti ada yang salah dengan apa yang dipelajarinya dan caranya mempelajari.
Dari jaman adam hingga terakhir manusia diciptakan, orang berilmu tetap menduduki kedudukan yang tinggi. Baik dimata manusia maupun dimata Allah. Orang berilmu akan banyak dimintai tolong oleh yang lain. Orang berilmu cenderung lebih berguna dan diharapkan kedatangannya dimana-mana. Meskipun setiap zaman memiliki perbedaan bidang ilmunya. Ada yang perdukunannya yang maju, ada yang ilmu kedokterannya yang maju, ada yang ilmu berkuasanya yang maju, ada yang ilmu teknologinya yang maju, ada yang ilmu batinnya yang maju dlsb. Semua yang berilmu dihormati dan dicari.
Masalah sangat bisa diselesaikan dengan ilmu yang benar terhadap masalah yang dihadapi. Masalah tak ubahnya sarang pencarian dan penggalian ilmu yang baik. Sebab selain informasi, di dalam masalah yang dihadapi ada juga kesan yang ditimbulkan. Kesan ini yang akan memudahkan diri kita untuk mengingatnya menjadi pemahaman agar suatu ketika menhadapi masalah yang sama kita tidak susah-susah lagi mencari referensi karena kita sudah pernah mengalami. Masalah dan ujian ada, datang untuk menaikkan kelas manusia, men munggah derajate, men dhuwur martabate.
Ilmu bisa didapat darimana saja, dari pengalaman, dari perkataan orang lain, dari tulisan orang, dari buku, dari film, dari kejadian, dari anak kecil dari apapun saja. Hanya saja tanpa kita mengolahnya terlebih dahulu menjadi sebuah pemahaman maka yang kita tangkap hanyalah informasi. Informasi itu akan tetap jadi informasi atau jadi yang lain tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Informasi tersebut mau ditingkatkan menjadi pengetahuan saja atau dinaikkan menjadi ilmu bahkan bisa dinaikkan lagi menjadi prinsip hidup. Semua tergantung kepandaian kita mengolah dan menggarap informasi-informasi disekitar kita.
Banyak hal berlalu yang tinggal berlalu saja. Lolos saja tanpa ada makna sama sekali. Disitulah pentingnya memaknai setiap kejadian dan setiap informasi. Ada yang menjadi hikmah yang kita petik setelah kita mengalami sesuatu pengalaman. Ada proses internalisasi nilai-nilai yang berhasil kita tangkap sebagai ilmu. Dari situ pula ada hal dan ilmu yang bisa kita bagikan ke yang lain. Berbagi pengalaman dengan yang lain. Saling bertukar pengalaman, saling bercermin diri satu dengan yang lain.
Banyak “PR” yang harus dikerjakan oleh setiap manusia yang lahir di dunia untuk kemudian pergi dari dunia tetap menjadi manusia. Ketelatenan menemu satu demi satu rahmat ilmu Allah yang berseliweran. Rajin mencari ilmu yang memudahkan kehidupan umat manusia. Tekun menerjemahkan firman Allah ke dalam kehidupan sehari-hari. Gigih dalam memperpendek jarak Tuhan dengan hambaNYA. Jujur dalam membuat Tuhan tak hanya melulu “diatas” tetapi juga dekat, karib yang membantu mengiringi setiap upaya membangun peradaban manusia yang lebih beradab. Tak hanya melibatkan Allah, karena memang sejatinya Allah pasti terlibat. Lebih dari itu, manusia harus menyadarinya, sadar bahwa setiap helai peristiwa selalu ada unsur Allahnya. Pada akhirnya mau tidak mau ilmu menjadi makanan wajib bagi setiap orang yang akan merubah keadaan dari gelap ke terang benderang. Dan kata simbah-simbah dulu “ngelmu iku kelakoni kanthi laku.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar