Andaikan Tuhan benar-benar
tidak ada, manusia tetap butuh iman. Tanpa seseorang beriman, dia tak punya
pegangan. Hidupnya serasa diawang-awang, terombang-ambing. Sudah menjadi fitrah
manusia untuk mengimani sesuatu dzat, mempercayai kekuatan yang mengatur
segenap yang berlangsung di langit dan bumi. Dengan seseorang beriman ada nilai
yang mendasari setiap gerak tindakannya. Iman yang membedakan manusia dengan
binatang. Tanpa iman manusia hanya akan makan tidur, dan kawin layaknya
binatang.
Kepercayaan manusia berawal
dari tahu atau mendengar atau melihat. Indera berperan sangat signifikan di
dalam merespon kejadian yang kemudian menimbulkan reaksi menerima atau menolak.
Perjalanan manusia menemukan Tuhan sudah dicontohkan oleh Ibrahim AS. Bagaimana
beliau pontang-panting kesana-kemari ingin menemu Tuhan. Ibarahim AS adalah
model bagi umat manusia untuk menguji kebenaran.
Berpikir, Alat komunikasi dengan Tuhan
Manusia sebagai makhluk yang ahsanitakwim oleh Allah diberi
akal. Sesuatu yang akan banyak merubah manusia dan tentu juga memudahkan
perjalanannya di dalam kehidupan. Akal yang digunakan untuk berpikir. Digunakan
untuk memahami ayat-ayat Allah yang terbentang luas di semesta raya dan tentu
saja juga di dalam kitab sucinya yang tak terbantahkan. Akal manusia dengan
sendirinya adalah kemuliaan yang langsung diberikan kepada manusia tanpa mereka
minta. Semua diberi, tetapi tidak semua memanfaatkan secara maksimal di dalam
kehidupan nyata. Karena kebanyakan manusia malas berpikir.
Berpikir itu urusan manusia,
yang mengaku manusia selalu berpikir dalam banyak hal, terutama yang
bersinggungan langsung dengan hal-hal dan sesuatu yang dihadapinya. Berpikir sebagai
ungkapan terima kasih telah diberi akal. Berpikir yang mencerahkan, yang
memudahkan persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia. Berpikir pun sudah
seharusnya menjadi budaya. Berpikir yang tak lagi melelahkan karena sudah
seperti bernafas yang otomatis menghirup dan menghembuskan, sebagaimana jantung
yang berdetak tanpa diperintah.
Berpikir itu sangat personal. Budaya
berpikir orisinal dan independen merupakan pengejawantahan yang riil dari rasa
bakti seorang hamba terhadap Tuhannya. Tak perduli siapapun itu dan
bagaimanapun caranya setiap orang yang berani dan jujur didalam menafsirkan
setiap kejadian baik yang berupa ayat-ayat tersurat dalam kitab suci maupunyang
tersirat dalam kosmos kehidupan akan sanggup melejitkan kemampuan pikir dan
olah roso sebagai manusia. Tuhan memberi peluang yang tidak sedikit bagimanusia
untuk berhak menafsiri bahkan tanpa gelar ulama atau cendekiawan sekalipun.
Orang boleh membuka secara asal dan random al-qur'an terjemahan lantas membaca
artinya dan terperanjat "Loh kok mirip kisah hidupku".
Bahkan kecenderungan orang akan terobati masalah sosial-budayanya ketika mau
dan sanggup berdialektika dengan "suara" Tuhan. Yang gemanya
menggaung dalam setiap telinga hati yang merindukanNYA.
Menafsiri itu hak dan kewajiban
setiap manusia. Terutama tidak untuk siapa-siapa tetapi paling pokok ya untuk
si penafsirnya sendiri. Berbicara dengan Allah lewat kitab suci. Kita tahu
kitab suci adalah firman atau perkataan langsung dari Allah. Kitab yang sebagai
hudalilmutaqin, petunjuk bagi orang-orang
yang bertaqwa, petunjuk seumur hidup dan sama sekali bukan sekedar
undang-undang yang dipakai bilamana perlu saja. Peluang tafsir terbuka sangat
lebar dan luas. Akal manusia sudah didisain untuk mampu menafsiri yang tentu saja
sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing. Komunikasi yang membuka peluang
tercerahkannya dunia spiritualitas manusia.
Jalan spiritualitas manusia
Spiritualitas manusia adalah
anugerah yang ditancapkan Tuhan didalam diri manusia yang sangat berguna di
dalam menemukan jalan kembali ke Tuhan. Tuhan berperan sebagai tujuan sekaligus
awal dari setiap gerak dan thowaf kehidupan yang dijalani tiap-tiap hambaNYA. Dari
dan ke Tuhan.
Dalam hal spiritualitas orang
tidak bisa mewakilkan kepada orang lain. Setiap individu adalah penempuh
perjalanan spiritual. Setiap individu adalah unik. Spiritualitas bukan hanya
perkara pahala dan dosa. Lebih dari itu spiritualias adalah perjuangan menempuh
jalan mencapai tauhid, bergabung kembali dengan Allah, menyatu, nyawiji. Sebuah jalan yang penuh godaan,
namun sangat menggairahkan, apalagi kalau sampai tujuan, apalagi kalau sampai
nyawiji ke dzat Tunggal itu, nikmat tak terperikan sudah menunggu dan sebagai
puncaknya adalah liqoirobb, bertemu, melihat wajah Allah.
Manusia hidup tak luput dari
dosa. Bukan manusia kalau tak pernah berdosa. namun begitu, manusia adalah
makhluk potensial, berpotensi menjadi baik, lebih baik dari malaikat dan
sebaliknya berpotensi menjadi jahat, lebih jahat dari setan. Manusia adalah
makhluk kemungkinan.
Setiap kebaikan dan kejahatan,
ditanggung oleh diri masing-masing. Dosa seseorang tidak bisa dan tidak bakalan
sanggup dipikul oleh orang lain walaupun ada kedekatan hubungan darah sekalipun
apalagi hanya kedekatan geografis-sosiologis. Tak ada jaminan sama sekali ada
retur atau diskon terhadap dosa seseorang karena sudah ditanggung oleh orang
lain.
Dosa manusia ditanggung sendiri
tetapi mengapa orang sangat mudah menerima kata-kata orang lain, tanpa melalui
melewati organ pencernaan informasi berujud pikiran dan hati. Manusia sangat
mudah menyerahkan spiritualitasnya untuk dijajah orang lain. Mereka dengan
gagah mencopypaste persis apa kata si A dan apa kata si B hanya
cukup dengan alasan bahwa mereka katanya seorang ustad, kiai atau ulama. Setiap
Rocker juga manusia, Ulama juga manusia, Kiai juga manusia. Padahal kita semua
tahu bahwa setiap manusia pasti memiliki peluang salah dan keliru yang besar. Namun
demikian kita juga tidak boleh menyepelekan mereka para ilmuwan, ulama, ustad, kiai,
seniman atau siapa saja. Hanya saja sebagai manusia yang dibekali oleh Tuhan
dengan anugerah pikiran dan hati mbok yao digunakan semaksimal
mungkin. Tidak mudah percaya dengan apa kata orang namun sekaligus juga tidak
meremehkannya.
Setiap orang dipeluangi oleh
Tuhan untuk mengandung unsur Allah dalam kata-kata yang terlontar, dalam sikap
yang diperbuat, dalam tindakan yang dilahirkan. Allah berkemungkinan memberi
hidayah kepada siapapun. Tetapi tak lantas kita telan mentah-mentah semua yang
diinformasikan, semua yang disampaikan ke kita. Semua informasi dan ilmu itu
akan lebih afdol ketika diolah dan dikelola dahulu oleh diri kita dan tidak
asal-asalan menerimanya secara taken for granted atau pasrah
bongkokan. Ilmu itu kita terima dengan tetap mengkritisinya, dengan
menghipotesiskannya, dengan mengolah lebih lanjut, dengan memproses sedemikian
rupa agar tidak kaku dan yang paling utama dapat menyokong bagi
terwujudnya rahmatan lil'alamin yang semua orang
mendambakannya dengan bahasa mereka sendiri-sendiri.
Prinsipnya tidak hanya MUI yang
berhak menafsiri, tidak hanya intelektual dan kiai yang berhak menafisir.
Tukang becak, bocah angon kebo, SPG, wong bakul cawet atau dawet, saya, anda
dan kita semua berhak menafsirinya secara orisinal-independen. Mereka atau
siapapun hanya mengantarkan kita menuju gerbang spiritualitas tetapi tidak ikut
menyelaminya. Diri kita sendirilah yang nyebur
dan nyemplung secara mandiri. Orang
lain tidak boleh ada yang menjadi hijab kita dengan Allah. Hanya ada kita dan
Allah. Dan ketika dalam wilayah spiritualitas ini kita masih mengandalkan
selain Allah dan Rasul berarti spiritualitas kita Nget-ngetan.
Dalam dunia spiritualitas
tak perlu tipu-tipu. Setelah korupsi, umroh. Setelah maling, naik haji. Setelah
nggasak uang rakyat, menyantuni anak-anak panti asuhan. Emang Tuhan selebritis, yang suka gebyarnya saja,
Tuhan memang menyukai keindahan, tetapi sangat berbeda keindahan dengan
pencitraan. Tuhan sangat tidak gampang kita tipu dengan bahasa artifisial
ibadah yang kita jalankan. Kalau sama teman, sama orang lain masih bisalah kita
tipu-muslihati dengan bahasa-bahasa obral janji. Lha dengan Tuhan mosok kita manupulasi, bisa nggeblag, kejlungup kita.
Tuhan yaa… Rohman dan Rohim
Tuhan sangat toleran dan terbuka. Tuhan pun juga sanggup
berbicara dengan bahasa hambanya. Tuhan sendiri sangat tidak riwil terhadap
bahasa hambaNYA. Tuhan tidak njlimet layaknya birokrasi milik
manusia. Tuhan tidak ngoyoworo dengan mengharuskan hambaNYA
untuk berbuat melampaui kemampuannya. Apalagi terhadap orang-orang yang haus
akan cintaNYA, yang rindu akan sentuhan mesraNYA, yang kangen dengan pelukan
hangatNYA, Tuhan akan dengan lego-lilo menerima kita dengan
bahasa dan sikap udik kita. Tuhan sangat maklum dan sanggup menampung siapapun
yang berusaha mendekatiNYA. Bahkan akan dipermudah langkah-langkahnya. Dalam
ranah itulah spiritualitas kita akan mekar dan berbuah manis. Dan itu hanya
dimungkinkan melalui usaha-usaha kreatif kita dalam mencariNYA. Tentu dengan
spiritualitas yang jujur dan total, tidak dengan spiritualitas yang Nget-Ngetan ataupun
spiritualitas yang gethok-gethok.