Cari Blog Ini

Jumat, 08 Maret 2013

Penempuh Jalan Spiritual


Andaikan Tuhan benar-benar tidak ada, manusia tetap butuh iman. Tanpa seseorang beriman, dia tak punya pegangan. Hidupnya serasa diawang-awang, terombang-ambing. Sudah menjadi fitrah manusia untuk mengimani sesuatu dzat, mempercayai kekuatan yang mengatur segenap yang berlangsung di langit dan bumi. Dengan seseorang beriman ada nilai yang mendasari setiap gerak tindakannya. Iman yang membedakan manusia dengan binatang. Tanpa iman manusia hanya akan makan tidur, dan kawin layaknya binatang.
Kepercayaan manusia berawal dari tahu atau mendengar atau melihat. Indera berperan sangat signifikan di dalam merespon kejadian yang kemudian menimbulkan reaksi menerima atau menolak. Perjalanan manusia menemukan Tuhan sudah dicontohkan oleh Ibrahim AS. Bagaimana beliau pontang-panting kesana-kemari ingin menemu Tuhan. Ibarahim AS adalah model bagi umat manusia untuk menguji kebenaran.

Berpikir, Alat komunikasi dengan Tuhan
Manusia sebagai makhluk yang ahsanitakwim oleh Allah diberi akal. Sesuatu yang akan banyak merubah manusia dan tentu juga memudahkan perjalanannya di dalam kehidupan. Akal yang digunakan untuk berpikir. Digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah yang terbentang luas di semesta raya dan tentu saja juga di dalam kitab sucinya yang tak terbantahkan. Akal manusia dengan sendirinya adalah kemuliaan yang langsung diberikan kepada manusia tanpa mereka minta. Semua diberi, tetapi tidak semua memanfaatkan secara maksimal di dalam kehidupan nyata. Karena kebanyakan manusia malas berpikir.
Berpikir itu urusan manusia, yang mengaku manusia selalu berpikir dalam banyak hal, terutama yang bersinggungan langsung dengan hal-hal dan sesuatu yang dihadapinya. Berpikir sebagai ungkapan terima kasih telah diberi akal. Berpikir yang mencerahkan, yang memudahkan persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia. Berpikir pun sudah seharusnya menjadi budaya. Berpikir yang tak lagi melelahkan karena sudah seperti bernafas yang otomatis menghirup dan menghembuskan, sebagaimana jantung yang berdetak tanpa diperintah. 
Berpikir itu sangat personal. Budaya berpikir orisinal dan independen merupakan pengejawantahan yang riil dari rasa bakti seorang hamba terhadap Tuhannya. Tak perduli siapapun itu dan bagaimanapun caranya setiap orang yang berani dan jujur didalam menafsirkan setiap kejadian baik yang berupa ayat-ayat tersurat dalam kitab suci maupunyang tersirat dalam kosmos kehidupan akan sanggup melejitkan kemampuan pikir dan olah roso sebagai manusia. Tuhan memberi peluang yang tidak sedikit bagimanusia untuk berhak menafsiri bahkan tanpa gelar ulama atau cendekiawan sekalipun. Orang boleh membuka secara asal dan random al-qur'an terjemahan lantas membaca artinya dan terperanjat "Loh kok mirip kisah hidupku". Bahkan kecenderungan orang akan terobati masalah sosial-budayanya ketika mau dan sanggup berdialektika dengan "suara" Tuhan. Yang gemanya menggaung dalam setiap telinga hati yang merindukanNYA.
Menafsiri itu hak dan kewajiban setiap manusia. Terutama tidak untuk siapa-siapa tetapi paling pokok ya untuk si penafsirnya sendiri. Berbicara dengan Allah lewat kitab suci. Kita tahu kitab suci adalah firman atau perkataan langsung dari Allah. Kitab yang sebagai hudalilmutaqin, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, petunjuk seumur hidup dan sama sekali bukan sekedar undang-undang yang dipakai bilamana perlu saja. Peluang tafsir terbuka sangat lebar dan luas. Akal manusia sudah didisain untuk mampu menafsiri yang tentu saja sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing. Komunikasi yang membuka peluang tercerahkannya dunia spiritualitas manusia.

Jalan spiritualitas manusia
Spiritualitas manusia adalah anugerah yang ditancapkan Tuhan didalam diri manusia yang sangat berguna di dalam menemukan jalan kembali ke Tuhan. Tuhan berperan sebagai tujuan sekaligus awal dari setiap gerak dan thowaf kehidupan yang dijalani tiap-tiap hambaNYA. Dari dan ke Tuhan.
Dalam hal spiritualitas orang tidak bisa mewakilkan kepada orang lain. Setiap individu adalah penempuh perjalanan spiritual. Setiap individu adalah unik. Spiritualitas bukan hanya perkara pahala dan dosa. Lebih dari itu spiritualias adalah perjuangan menempuh jalan mencapai tauhid, bergabung kembali dengan Allah, menyatu, nyawiji. Sebuah jalan yang penuh godaan, namun sangat menggairahkan, apalagi kalau sampai tujuan, apalagi kalau sampai nyawiji ke dzat Tunggal itu, nikmat tak terperikan sudah menunggu dan sebagai puncaknya adalah liqoirobb, bertemu, melihat wajah Allah.
Manusia hidup tak luput dari dosa. Bukan manusia kalau tak pernah berdosa. namun begitu, manusia adalah makhluk potensial, berpotensi menjadi baik, lebih baik dari malaikat dan sebaliknya berpotensi menjadi jahat, lebih jahat dari setan. Manusia adalah makhluk kemungkinan.
Setiap kebaikan dan kejahatan, ditanggung oleh diri masing-masing. Dosa seseorang tidak bisa dan tidak bakalan sanggup dipikul oleh orang lain walaupun ada kedekatan hubungan darah sekalipun apalagi hanya kedekatan geografis-sosiologis. Tak ada jaminan sama sekali ada retur atau diskon terhadap dosa seseorang karena sudah ditanggung oleh orang lain.
Dosa manusia ditanggung sendiri tetapi mengapa orang sangat mudah menerima kata-kata orang lain, tanpa melalui melewati organ pencernaan informasi berujud pikiran dan hati. Manusia sangat mudah menyerahkan spiritualitasnya untuk dijajah orang lain. Mereka dengan gagah mencopypaste persis apa kata si A dan apa kata si B hanya cukup dengan alasan bahwa mereka katanya seorang ustad, kiai atau ulama. Setiap Rocker juga manusia, Ulama juga manusia, Kiai juga manusia. Padahal kita semua tahu bahwa setiap manusia pasti memiliki peluang salah dan keliru yang besar. Namun demikian kita juga tidak boleh menyepelekan mereka para ilmuwan, ulama, ustad, kiai, seniman atau siapa saja. Hanya saja sebagai manusia yang dibekali oleh Tuhan dengan anugerah pikiran dan hati mbok yao digunakan semaksimal mungkin. Tidak mudah percaya dengan apa kata orang namun sekaligus juga tidak meremehkannya.
Setiap orang dipeluangi oleh Tuhan untuk mengandung unsur Allah dalam kata-kata yang terlontar, dalam sikap yang diperbuat, dalam tindakan yang dilahirkan. Allah berkemungkinan memberi hidayah kepada siapapun. Tetapi tak lantas kita telan mentah-mentah semua yang diinformasikan, semua yang disampaikan ke kita. Semua informasi dan ilmu itu akan lebih afdol ketika diolah dan dikelola dahulu oleh diri kita dan tidak asal-asalan menerimanya secara taken for granted atau pasrah bongkokan. Ilmu itu kita terima dengan tetap mengkritisinya, dengan menghipotesiskannya, dengan mengolah lebih lanjut, dengan memproses sedemikian rupa agar tidak kaku dan yang paling utama dapat menyokong bagi terwujudnya rahmatan lil'alamin yang semua orang mendambakannya dengan bahasa mereka sendiri-sendiri.
Prinsipnya tidak hanya MUI yang berhak menafsiri, tidak hanya intelektual dan kiai yang berhak menafisir. Tukang becak, bocah angon kebo, SPG, wong bakul cawet atau dawet, saya, anda dan kita semua berhak menafsirinya secara orisinal-independen. Mereka atau siapapun hanya mengantarkan kita menuju gerbang spiritualitas tetapi tidak ikut menyelaminya. Diri kita sendirilah yang nyebur dan nyemplung secara mandiri. Orang lain tidak boleh ada yang menjadi hijab kita dengan Allah. Hanya ada kita dan Allah. Dan ketika dalam wilayah spiritualitas ini kita masih mengandalkan selain Allah dan Rasul berarti spiritualitas kita Nget-ngetan.
 Dalam dunia spiritualitas tak perlu tipu-tipu. Setelah korupsi, umroh. Setelah maling, naik haji. Setelah nggasak uang rakyat, menyantuni anak-anak panti asuhan. Emang Tuhan selebritis, yang suka gebyarnya saja, Tuhan memang menyukai keindahan, tetapi sangat berbeda keindahan dengan pencitraan. Tuhan sangat tidak gampang kita tipu dengan bahasa artifisial ibadah yang kita jalankan. Kalau sama teman, sama orang lain masih bisalah kita tipu-muslihati dengan bahasa-bahasa obral janji.  Lha dengan Tuhan mosok kita manupulasi, bisa nggeblag, kejlungup kita. 

Tuhan yaa… Rohman dan Rohim
Tuhan sangat toleran dan terbuka. Tuhan pun juga sanggup berbicara dengan bahasa hambanya. Tuhan sendiri sangat tidak riwil terhadap bahasa hambaNYA. Tuhan tidak njlimet  layaknya birokrasi milik manusia. Tuhan tidak ngoyoworo dengan mengharuskan hambaNYA untuk berbuat melampaui kemampuannya. Apalagi terhadap orang-orang yang haus akan cintaNYA, yang rindu akan sentuhan mesraNYA, yang kangen dengan pelukan hangatNYA, Tuhan akan dengan lego-lilo menerima kita dengan bahasa dan sikap udik kita. Tuhan sangat maklum dan sanggup menampung siapapun yang berusaha mendekatiNYA. Bahkan akan dipermudah langkah-langkahnya. Dalam ranah itulah spiritualitas kita akan mekar dan berbuah manis. Dan itu hanya dimungkinkan melalui usaha-usaha kreatif kita dalam mencariNYA. Tentu dengan spiritualitas yang jujur dan total, tidak dengan spiritualitas yang Nget-Ngetan ataupun spiritualitas yang gethok-gethok.

Rabu, 06 Maret 2013

The Circle of Influence Kanjeng Nabi Muhammad SAW


 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”.
QS Al-Ahzab:56

Ada masa dimana serigala tak berani makan domba dikarenakan di daerah tersebut ada seorang pemimpin yang baik dan adil, sampai suatu ketika seorang penggembala nyonangi bahwa ada dombanya yang dimakan serigala. Seketika dia bertanya kepada orang tentang bagaimana keadaan pemimpinnya. Betul saja pemimpin itu telah wafat, pemimpin itu tak lain adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Kisah tersebut mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin memiliki pengaruh yang sedemikian dahsyat hingga terhadap segala yang dipimpinnya, tak hanya manusianya tapi juga binatang di wilayahnya. Dengan kata lain seorang pemimpin memiliki lingkaran pengaruh yang tak hanya berdampak pada manusianya tapi juga alamnya. Kesalahan memilih pemimpin, akan ditanggung oleh semua yang dipimpinnya.
Terlalu dini atau akan dianggap terlalu mengada-ada kalau lantas kita mengkait-kaitkan apa yang sedang kita alami bersama, seperti banjir, susahnya cari nafkah, audisi idol-idol-an (idol_bahasa-Ibrani:berhala), ketimpangan dimana-mana, pembodohan massal, korupsi berjamaah, semua terjadi karena dipengaruhi pemimpin kita, entah lurah, camatnya, bupatinya, gubernurnya atau mungkin presidennya. Setidaknya, agar tidak asal menuduh, dijadikan saja kesadaran untuk meneliti apa dan bagaimana lingkaran pengaruh itu bekerja. Iseng-iseng kita amati, pemimpin baik rakyatnya seperti apa, pemimpin yang jahat rakyatnya seperti apa. Simulasi sederhananya bagaimana seorang ayah seberapa pengaruhnya terhadap istri, seorang ibu seberapa pengaruhnya terhadap anak-anaknya. Sampai kita punya kesimpulan sendiri terhadap bagaimana sebenarnya lingkaran pengaruh itu bekerja dan berdampak.

Berguru Kepada Kanjeng Nabi
Kalau mau berkaca kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam memancarkan lingkaran pengaruhnya maka, Dialah satu-satunya manusia yang paling besar pengaruhnya. Nama paling banyak disebut-sebut oleh penghuni bumi dan langit. Nama yang oleh Michael Hart diposisikan manusia paling wahid sebagai orang paling berpengaruh. Manusia yang kedudukannya sangat tinggi sampai-sampai Allah sendiri bersholawat atasnya sebagaimana dalam QS Al-Ahzab:56: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”. Manusia yang dengan lingkaran pengaruhnya bukan hanya mampu menembus batas-batas geografis namun juga melintasi jaman demi jaman, hingga karena Beliau pulalah kita dikenalkan adanya Allah, adanya Al-qur’an dan adanya Islam.
Manusia yang memberikan banyak short-cut petunjuk hidup melalui sabda-sabdanya yang mulia. Manusia yang paling amat sedih kalau mengetahui kita, hari ini, berbuat kerusakan, kezaliman, apalagi saling bertengkar dan terpecah padahal sama-sama mengaku pecinta Muhammad, mengaku umat Muhammad.
Manusia yang mengajarkan kalau minuman kita kecemplungan lalat maka sekalian diblebegke (dicelupkan) saja lalat itu. sebagaimana tertulis dalam hadist, Dari Anas bahwasanya Nabi bersabda: “Apabila lalat jatuh pada bejana salah satu diantara kalian, maka celupkanlah karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan sayap lainnya terdapat obat”.[i] Pengetahuan modern pun membuktikan bahwa memang demikian. Manusia yang pengetahuan dan ilmunya sangat menjulang tinggi dan menghujam ke dalam. Manusia yang paling pandai berkomunikasi dengan bahasa umatnya, mampu menyederhanakan yang rumit dan tidak malah mempersulit umatnya. Kalau Ali bin Abi Thalib yang genius itu oleh Beliau dijuluki “babun Ilmi”, pintunya ilmu maka Kanjeng Nabi sendiri adalah “Madinatul ilmi”, kotanya ilmu.
Manusia yang panglima perang tangguh namun juga mau dondom-dondom sendiri bajunya yang sobek. Manusia yang dihina, dicaci tetapi menjadi orang pertama yang menjenguk ketika orang yang mencaci-maki itu jatuh sakit. Manusia yang menolak tawaran Jibril yang sudah siap sedia menimpakan gunung pada warga Thaif yang mbandhemi dan membuat kening Beliau berdarah, dengan alasan mereka tidak tahu dengan apa yang dilakukannya.
Manusia yang diujung akhir hayatnya yang keluar dari mulutnya, yang disebut bukan bapaknya, bukan ibunya, bukan istrinya, bukan anaknya, namun yang justru disebut-sebut adalah umatnya. Cintanya sangat besar kepada umatnya.

Pemimpin yang “Bocah Angon”
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi, Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro. Lirik lagu lir-ilir karya Sunan Kalijogo tersebut memberi pelajaran bahwa pemimpin itu seperti bocah angon. Pemimpin itu yang mengayomi, melindungi, dan melayani. Pemimpin itu bisa dari mana saja dan dalam posisi manapun. Seperti yang disampaikan oleh Kihajar Dewantoro: pemimpin itu bisa di depan yang Ing Ngarso Sung Tuladha, memberi teladan yang baik; pemimpin itu bisa di tengah yang Ing Madya Mangun Karsa, memberi inspirasi, memancing ide yang dipimpin; pemimpin itu juga bisa di belakang yang Tut Wuri Handayani, memberikan dukungan, dorongan dan kekuatan.
Pemimpin itu tak harus melulu yang menjadi ketua dalam suatu struktur organisasi. Pemimpin tidak ditentukan jabatan atau kepangkatannya melainkan lebih ditentukan daya angon-nya. Apapun posisi seseorang asalkan mampu bersikap dan bertindak mengayomi, melindungidan melayani maka dialah pemimpin. Kalau ada kebakaran maka seorang pemimpin adalah yang keluarnya belakangan dan kalau ada makanan maka seorang pemimipin adalah yang paling akhir ikut memakannya.
Pemimpin yang bersedia memanjat pohon belimbing. Belimbing yang memiliki lima sisi merupakan perlambang rukun Islam; syahadat, sholat, puasa, zakat dan naik haji. Meskipun licin, susah tetap harus dipanjat. Pemimpin yang mateg aji hasbunallah-nya dan yang membumi habluminannas-nya. Pemimpin yang terhadap Allah selalu khusyu’, cintanya kepada Allah diatas cintanya terhadap apapun. Pemimpin yang terhadap yang dipimpinnya selalu menebar manfaat sebagaimana yang disabdakan Kanjeng Nabi:” Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain "[ii].
Pemimpin yang diawal sambutannya sebagai pemimpin tidak mengucap “terima kasih telah diberi kesempatan” tetapi yang mengucap “terima kasih telah diberi amanah”. Kalau diberi kesempatan maka dia hanya akan mementingkan dirinya menggunakan kesempatannya menjadi pemimpin. Tetapi kalau diberi amanah maka dia akan menunaikannya sebagai tanggung jawab yang diemban.
Sadar atau tidak, masing-masing diri kita adalah pemimpin yang memimpin dirinya masing-masing. Kemana akan dibawa, kearah mana akan dituju, diri kita sendirilah penentunya. Kelahiran kita di dunia ini adalah sebuah tanggung jawab dan amanah besar dari Allah untuk lahir menjadi manusia dan mati juga tetap menjadi manusia, serta jangan sampai malah lebih rendah dari binatang. Naudzubillah.

Perjalanan Innalilahi wa innailahiroji’un
Perjalanan manusia amatlah panjang, tetapi ringkasnya dari dan ke Allah. Semua dari Allah dan pasti kembalinya juga ke Allah, tak terkecuali. Masalahnya adalah kita kembali ke Allah dalam keadaan baik atau buruk. Yang kita terima apakah rapot dengan tinta emas ataukah rapot merah. Kita nerimanya dengan tangan kanan ataukah dengan tangan kiri.
Kalimat innallillahi wa innailahiroji’un tidak hanya diperuntukkan bagi yang mati, atau ketika ada yang meninggal saja. Kalimat itu adalah ruh perjalanan kita. Dimana yang kita ingat tak hanya tentang kematian, namun juga kehidupan setelah mati itu sendiri, life after life. Dari situ tindakan kita tak hanya berorientasi sepuluh, lima belas, lima puluh tahun ke depan, tetapi jauh. Investasi kita tak hanya di dunia tetapi juga di akherat. Dan setiap muslim yang percaya hari hidup setelah mati, mengimaninya, maka setiap tindakan tak lepas dari pertimbangan baik atau buruk, benar ataukah salah. Segala hal diukur manfaat dan mudhorotnya. Setiap waktunya adalah berharga. Setiap detik kehidupannya adalah langkah demi langkah menuju Allah.
Kesadaran bahwa yang sedang kita mainkan didunia ini bersifat sementara. Semua yang kita lakukan harus memiliki sambungan dengan keabadian. Setiap materi yang kita punya diruhanikan dengan jalan membelanjakan di jalan yang Allah ridho. Kalau Allah sudah ridho, itulah puncak kemesraan. Adakah yang lebih indah dari ridhonya Allah dan tersenyumnya Kanjeng Nabi ketika melihat kebaikan yang kita lakukan.
Perjalanan menuju Allah adalah perjalanan yang sangat personal dan perjalanan yang unik. Semua orang memiliki perjalanan sendiri-sendiri, bukan egois. Tidak ada perlombaan diantara sesama pejalan. Tidak ada perlombaan di dalam perjalanan spiritual. Tidak ada menang-menangan. Satu-satunya perlombaan adalah “aku” yang lalu berlomba dengan “aku” yang sekarang dan “aku” yang akan datang. Apakah yang kita lakukan hari ini lebih baik dari yang di masa lalu. Apakah esok yang akan datang lebih baik dari yang kita lakukan sekarang. Dan pemenangnya maupun yang kalah tetap “aku” itu sendiri. Akhir kata “MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.”[iii]






[i] http://www.arrahmah.com/read/2012/01/11/17374-hadits-dan-sains-penelitian-menunjukkan-keajaiban-hadits-tentang-lalat.html
[ii] http:// http://www.pengobatan.com/khazanah_islamiah/sebaikbaik_manusia.html
[iii] http://sufimedan.blogspot.com/2010/11/mengenal-dzat-allah.html