“Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.”.
QS Al-Ahzab:56
Ada masa dimana
serigala tak berani makan domba dikarenakan di daerah tersebut ada seorang
pemimpin yang baik dan adil, sampai suatu ketika seorang penggembala nyonangi bahwa ada dombanya yang dimakan
serigala. Seketika dia bertanya kepada orang tentang bagaimana keadaan pemimpinnya.
Betul saja pemimpin itu telah wafat, pemimpin itu tak lain adalah Khalifah Umar
bin Abdul Aziz.
Kisah tersebut
mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin memiliki pengaruh yang sedemikian dahsyat
hingga terhadap segala yang dipimpinnya, tak hanya manusianya tapi juga binatang
di wilayahnya. Dengan kata lain seorang pemimpin memiliki lingkaran pengaruh
yang tak hanya berdampak pada manusianya tapi juga alamnya. Kesalahan memilih
pemimpin, akan ditanggung oleh semua yang dipimpinnya.
Terlalu dini atau akan
dianggap terlalu mengada-ada kalau lantas kita mengkait-kaitkan apa yang sedang
kita alami bersama, seperti banjir, susahnya cari nafkah, audisi idol-idol-an (idol_bahasa-Ibrani:berhala), ketimpangan dimana-mana, pembodohan
massal, korupsi berjamaah, semua terjadi karena dipengaruhi pemimpin kita,
entah lurah, camatnya, bupatinya, gubernurnya atau mungkin presidennya.
Setidaknya, agar tidak asal menuduh, dijadikan saja kesadaran untuk meneliti apa
dan bagaimana lingkaran pengaruh itu bekerja. Iseng-iseng kita amati, pemimpin
baik rakyatnya seperti apa, pemimpin yang jahat rakyatnya seperti apa. Simulasi
sederhananya bagaimana seorang ayah seberapa pengaruhnya terhadap istri,
seorang ibu seberapa pengaruhnya terhadap anak-anaknya. Sampai kita punya
kesimpulan sendiri terhadap bagaimana sebenarnya lingkaran pengaruh itu bekerja
dan berdampak.
Berguru Kepada Kanjeng Nabi
Kalau mau berkaca
kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam memancarkan lingkaran pengaruhnya maka,
Dialah satu-satunya manusia yang paling besar pengaruhnya. Nama paling banyak
disebut-sebut oleh penghuni bumi dan langit. Nama yang oleh Michael Hart
diposisikan manusia paling wahid
sebagai orang paling berpengaruh. Manusia yang kedudukannya sangat tinggi
sampai-sampai Allah sendiri bersholawat atasnya sebagaimana dalam QS
Al-Ahzab:56: “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”. Manusia
yang dengan lingkaran pengaruhnya bukan hanya mampu menembus batas-batas
geografis namun juga melintasi jaman demi jaman, hingga karena Beliau pulalah
kita dikenalkan adanya Allah, adanya Al-qur’an dan adanya Islam.
Manusia yang
memberikan banyak short-cut petunjuk
hidup melalui sabda-sabdanya yang mulia. Manusia yang paling amat sedih kalau
mengetahui kita, hari ini, berbuat kerusakan, kezaliman, apalagi saling
bertengkar dan terpecah padahal sama-sama mengaku pecinta Muhammad, mengaku
umat Muhammad.
Manusia yang
mengajarkan kalau minuman kita kecemplungan
lalat maka sekalian diblebegke (dicelupkan)
saja lalat itu. sebagaimana tertulis dalam hadist, Dari Anas bahwasanya Nabi
bersabda: “Apabila lalat jatuh pada
bejana salah satu diantara kalian, maka celupkanlah karena pada salah satu
sayapnya terdapat penyakit dan sayap lainnya terdapat obat”.[i] Pengetahuan
modern pun membuktikan bahwa memang demikian. Manusia yang pengetahuan dan
ilmunya sangat menjulang tinggi dan menghujam ke dalam. Manusia yang paling
pandai berkomunikasi dengan bahasa umatnya, mampu menyederhanakan yang rumit
dan tidak malah mempersulit umatnya. Kalau Ali bin Abi Thalib yang genius itu
oleh Beliau dijuluki “babun Ilmi”,
pintunya ilmu maka Kanjeng Nabi sendiri adalah “Madinatul ilmi”, kotanya ilmu.
Manusia yang panglima
perang tangguh namun juga mau dondom-dondom sendiri bajunya yang sobek. Manusia
yang dihina, dicaci tetapi menjadi orang pertama yang menjenguk ketika orang yang
mencaci-maki itu jatuh sakit. Manusia yang menolak tawaran Jibril yang sudah siap
sedia menimpakan gunung pada warga Thaif yang mbandhemi dan membuat kening Beliau berdarah, dengan alasan mereka
tidak tahu dengan apa yang dilakukannya.
Manusia yang diujung
akhir hayatnya yang keluar dari mulutnya, yang disebut bukan bapaknya, bukan
ibunya, bukan istrinya, bukan anaknya, namun yang justru disebut-sebut adalah
umatnya. Cintanya sangat besar kepada umatnya.
Pemimpin yang “Bocah
Angon”
Cah angon-cah angon
penekno blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro. Lirik lagu lir-ilir karya Sunan Kalijogo tersebut memberi pelajaran
bahwa pemimpin itu seperti bocah angon. Pemimpin itu yang mengayomi,
melindungi, dan melayani. Pemimpin itu bisa dari mana saja dan dalam posisi
manapun. Seperti yang disampaikan oleh Kihajar Dewantoro: pemimpin itu bisa di
depan yang Ing Ngarso Sung Tuladha, memberi teladan yang baik; pemimpin itu
bisa di tengah yang Ing Madya Mangun Karsa, memberi inspirasi, memancing ide
yang dipimpin; pemimpin itu juga bisa di belakang yang Tut Wuri Handayani,
memberikan dukungan, dorongan dan kekuatan.
Pemimpin itu tak harus melulu yang menjadi ketua dalam suatu struktur
organisasi. Pemimpin tidak ditentukan jabatan atau kepangkatannya melainkan
lebih ditentukan daya angon-nya. Apapun posisi seseorang asalkan mampu
bersikap dan bertindak mengayomi, melindungidan melayani maka dialah pemimpin. Kalau
ada kebakaran maka seorang pemimpin adalah yang keluarnya belakangan dan kalau
ada makanan maka seorang pemimipin adalah yang paling akhir ikut memakannya.
Pemimpin yang bersedia memanjat pohon belimbing. Belimbing yang
memiliki lima sisi merupakan perlambang rukun Islam; syahadat, sholat, puasa,
zakat dan naik haji. Meskipun licin, susah tetap harus dipanjat. Pemimpin yang mateg
aji hasbunallah-nya dan yang membumi habluminannas-nya. Pemimpin
yang terhadap Allah selalu khusyu’, cintanya kepada Allah diatas cintanya
terhadap apapun. Pemimpin yang terhadap yang dipimpinnya selalu menebar manfaat
sebagaimana yang disabdakan Kanjeng Nabi:” Sebaik-baik manusia di antaramu adalah
yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain "[ii].
Pemimpin yang diawal sambutannya sebagai pemimpin tidak mengucap “terima
kasih telah diberi kesempatan” tetapi yang mengucap “terima kasih telah diberi
amanah”. Kalau diberi kesempatan maka dia hanya akan mementingkan dirinya
menggunakan kesempatannya menjadi pemimpin. Tetapi kalau diberi amanah maka dia
akan menunaikannya sebagai tanggung jawab yang diemban.
Sadar atau tidak, masing-masing diri kita adalah pemimpin yang memimpin
dirinya masing-masing. Kemana akan dibawa, kearah mana akan dituju, diri kita
sendirilah penentunya. Kelahiran kita di dunia ini adalah sebuah tanggung jawab
dan amanah besar dari Allah untuk lahir menjadi manusia dan mati juga tetap
menjadi manusia, serta jangan sampai malah lebih rendah dari binatang. Naudzubillah.
Perjalanan Innalilahi wa
innailahiroji’un
Perjalanan manusia amatlah panjang, tetapi ringkasnya dari dan ke
Allah. Semua dari Allah dan pasti kembalinya juga ke Allah, tak terkecuali. Masalahnya
adalah kita kembali ke Allah dalam keadaan baik atau buruk. Yang kita terima
apakah rapot dengan tinta emas ataukah rapot merah. Kita nerimanya dengan
tangan kanan ataukah dengan tangan kiri.
Kalimat innallillahi wa innailahiroji’un tidak
hanya diperuntukkan bagi yang mati, atau ketika ada yang meninggal saja. Kalimat
itu adalah ruh perjalanan kita. Dimana yang kita ingat tak hanya tentang
kematian, namun juga kehidupan setelah mati itu sendiri, life after life. Dari situ tindakan kita tak hanya berorientasi
sepuluh, lima belas, lima puluh tahun ke depan, tetapi jauh. Investasi kita tak
hanya di dunia tetapi juga di akherat. Dan setiap muslim yang percaya hari
hidup setelah mati, mengimaninya, maka setiap tindakan tak lepas dari
pertimbangan baik atau buruk, benar ataukah salah. Segala hal diukur manfaat
dan mudhorotnya. Setiap waktunya adalah berharga. Setiap detik kehidupannya
adalah langkah demi langkah menuju Allah.
Kesadaran bahwa yang
sedang kita mainkan didunia ini bersifat sementara. Semua yang kita lakukan
harus memiliki sambungan dengan keabadian. Setiap materi yang kita punya
diruhanikan dengan jalan membelanjakan di jalan yang Allah ridho. Kalau Allah
sudah ridho, itulah puncak kemesraan. Adakah yang lebih indah dari ridhonya
Allah dan tersenyumnya Kanjeng Nabi ketika melihat kebaikan yang kita lakukan.
Perjalanan menuju
Allah adalah perjalanan yang sangat personal dan perjalanan yang unik. Semua
orang memiliki perjalanan sendiri-sendiri, bukan egois. Tidak ada perlombaan
diantara sesama pejalan. Tidak ada perlombaan di dalam perjalanan spiritual. Tidak
ada menang-menangan. Satu-satunya perlombaan adalah “aku” yang lalu berlomba
dengan “aku” yang sekarang dan “aku” yang akan datang. Apakah yang kita lakukan
hari ini lebih baik dari yang di masa lalu. Apakah esok yang akan datang lebih
baik dari yang kita lakukan sekarang. Dan pemenangnya maupun yang kalah tetap “aku”
itu sendiri. Akhir kata “MAN AROFA
NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia
mengenal Tuhan nya.”[iii]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar