Cari Blog Ini

Kamis, 14 November 2013

MENCARI KE DALAM LEBIH KE DALAM

Kalau problem pribadi dan sosial ditengah-tengah hidup kita tak kunjung ketemu solusi penyelesaiannya coba sajalah kita tilik ke dalam.
Kalau sebagai warga masyarakat tak segera memperoleh pelayanan dari babu babunya yang ada dipemerintahan alias sebagai wakil rakyat tetapi sangat tidak mewakili rakyatnya coba sajalah tanya ke dalam.
Kalau di tivitivi dan dijalanjalan tiap hari disuguhkan iming-iming kemewahan dunia sementara kantong mayoritas kita hanya cukup untuk makan yang itu saja sudah lumayan, lantas beberapa dari kita hidupnya jadi nelangsa karena keinginan-keinginannya tak kesampaian, coba juga kita tanya ke dalam.
Kalau para lelaki kita jadi makin ragu-ragu untuk mencari jodoh karena hidup mereka sudah sangat sibuk untuk berjuang melawan kesulitan yang lebih dulu membelit yakni mencari lowongan pekerjaan, coba juga kita cari jawabannya ke dalam.
Kalau dengan tetangga kiri kanan saja kita sudah tak saling kenal, tak saling sapa seolah-olah guegue dan eloelo, coba juga kita cari ke dalam, ada apa gerangan.
Kalau yang kaya makin sibuk dengan hartanya sementara yang miskin berjuang melawan kemiskinannya. Sementara itu hubungan si kaya dan si miskin seolah-olah tak berhubungan, yang kaya tak perduli kepada yang miskin, yang miskin tak tahan hati sehingga ketika melihat orang naik mobil, pake baju bagus, gadget canggih, dirinya hanya melihat saja, sudah sangat menyesakkan dada, sangat menyiksa batinnya maka cobalah kita kembali tanya ke dalam, kok bisa demikian.
Kalau makin sukar kita bedakan mana manusia dan mana binatang, jaman macam apa sekarang ini, okelah masih kita coba saja bersabar untuk mencari ke dalam.

Pertanyaannya ke dalam itu kemana,  bukankah di dalam hanya ada jantung, paru-paru dan usus serta organ-organ dalam, makanya coba kita tanya yang lebih ke dalam. Kalau masih ketemunya daging berarti kurang dalam. Lalu didalam ada apa, coba saja. Pokoknya cari terus ke dalam. Sampai penjelasan tentang segala macam persoalan terpampang gamblang. Sampai keruwetan masalah terurai. Sampai kekeruhan berubah menjadi kejernihan. Gimana bisa, coba saja mencarinya ke dalam, ke dalam diri kita masing-masing. Ke sumber, sumber segala sumber.

Rabu, 13 November 2013

Belajar kepada Simbah-Simbah Dulu

Ada seorang tua berumuran 80an tahun. Termasuk seorang manusia yang diberi bonus umur cukup lumayan untuk ukuran manusia sekarang. Sambil menghisap rokok kreteknya yang koyo sepur, habis rokoknya, nyalain lagi, habis, nyalain lagi, habis lagi, nyalain lagi terus begitu diselingi ngomong dan minum kopi bergelasgelas dari jam 9 malam sampai jam 6 pagi. Mbah itu bicara panjang lebar tentang kemampuan, bakat, potensi simbah-simbah dulu. Meski tak jelas simbah-simbah diera apa atau mungkin saya yang gak paham.
Simbah dulu diceritakannya memiliki kemampuan membuat keris yang waja(baja)nya campuran, waja planet dan waja bumi sehingga oleh para empu itu disulap menjadi keris yang lurus atau lajer dan juga ada keris yang ber-luk ada yg luk-nya 1, ada yang 3, ada yang 5, ada yang 7, ada yang 9 dst. Gimana cara ngambil waja planetnya, entahlah disitu mungkin ilmu yang akan lebih patut kalau kita mau menggali sebagai PR untuk lebih memahami Simbah-simbah dulu. Filosofi keris pun ampuh, dimana semua bagian keris itu tajam kecuali gagangnya, yang untuk megang. Ibarat manusia semua bagian tubuh harus tajam, yang tidak boleh tajam cuma satu, mulut, ya mulut atau cangkem gak boleh tajam
Simbah-simbah dulu juga bisa berkomunikasi jarak jauh tanpa hp atau telepon, bahkan tak hanya itu mereka juga bisa menerawang, menyaksikan orang yang diajak berbicara, seperti ada layar di jidat yang bisa dilihat ketika mata terpejam.
Ada juga yang mampu bergerak ndompleng angin bahkan ada yang ndompleng cahaya. Jadi untuk bisa berpindah tempat amat sangat lebih cepat daripada angkutan umum seperti pesawat terbang dijaman sekarang. Mereka-mereka juga sangat paham sejarah tanpa sesobek halaman bukupun mereka baca.
Pergaulan simbah-simbah dulu dengan alam juga luar biasa, sangat menghormati, hewan tumbuhan di”uwong”kan dengan cara memberi mereka nama-nama. Saling memberi kabar, saling menghormati, saling bantu dan tidak mengeksploitasi seperti sekarang, alam tak lebih sekedar obyek garapan yang tiap hari dikeruk habis-habisan.
Kehidupan simbah-simbah dulu sangat penuh kedalaman dan kepekaan roso. Mereka sanggup menjalin komunikasi tidak hanya dengan yang tampak mata tetapi juga dengan yang tak tampak mata. Mereka tidak hanya winasis intelektualnya, tetapi juga lantip, tajam dan titis penemunya, pun juga waskita, tahu dibalik kejadian, weruh sakdurunge winarah.
Belum lagi kelihaian simbah-simbah dulu di dalam menjalani hidup, santai, luwes, tidak kaku, saling bantu, guyup dan itu semua nyata, bagi yang percaya tentunya. Hidup mereka teteg, titis dan tutug.

Dan karena oleh Tuhan Yang Maha Kuasa saya dilahirkan disini, di Jawa (Nusantara), dengan Simbah-simbah yang potensialitasnya jebul ngedhap-edhapi. Dengan kerendahan hati, sudah selayaknya sebagai wujud implementasi atas perintah Tuhan untuk mengenal suku-suku dan berbangsa-bangsa maka PR saya terutama (dan mungkin kita) hari ini adalah mengenal diri sendiri, mengenal, melacak siapa, apa dan bagaimana dulu nenek-kakek moyang sendiri dulu, kayak apa seh Mereka-mereka itu dulu. Dari sanalah pondasi membangun, diatas jatidiri siapa kita. Tidak asal copypaste, tidak asal comot sana comot sini.